Senin, 30 April 2012

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASUL DAN KHALIFAH


Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pada ulama telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah dalam jiwa manusia, membiasakan mereka berpegang teguh kepada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Ilmu di masa Rasul dan khalifah adalah suatu yang paling berharga di dunia. Sedangkan ulama yang beramal adalah pewaris para Nabi, seseorang tidak akan sanggup menjalankan mission (tugas-tugas) ilmiah kecuali bila ia berhias dengan akhlak yang tinggi, jiwanya bersih dari berbagai celaan. Dengan jalan ilmu dan amal serta kerja yang baik, rohani mereka meningkat naik mendekati Maha Pencipta yaitu Allah SWT.
Pendidikan Islam mengutamakan segi kerohanian dan moral, maka segi pendidikan mental, jasmani, matematik, ilmu sosial dan jurusan-jurusan praktis tidak diabaikan begitu saja, sehingga dengan demikian pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang komplit dan pendidikan tersebut telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dibantah dibidang keimanan, aqidah dan pencapaian ilmu karena zat ilmiah itu sendiri. Pada masa Rasul telah memiliki perkembangan diberbagai bidang, misalnya ilmiah, kesusasteraan dan kebendaan, tetapi belum sampai ke tingkah rohaniah dan akhlak yang tinggi seperti yang pernah dicapai oleh kaum muslimin di masa kejayaannya.
A. Lembaga Pendidikan Pada Masa Rasul dan Khalifah
Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.
Masjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, yaitu “Umar” yang mengangkat “penutur” sebagai qashsh untuk masjid di kota-kota, umpama Kufa, Bashrah, dan Damsyik guna membacakan Qur’an dan hadits (sunnah Nabi), dari pengajaran awal dalam bahasa dan agama ini lahirlah sekolah dasar rakyat (Maktab) dan juga pusat pengajaran lanjutan, yang berkembang menjadi universitas-universitas pertama abad pertengahan, dan yang akan menjadi model bagi universitas permulaan di Eropa pada abad 11 dan ke-12.
Tujuan maktab yang masih bertahan di banyak bagian dunia Islam, yaitu memperkenalkan remaja dengan ilmu membaca, menulis, dan lebih khusus dengan prinsip-prinsip agama. Jadi maktab berfungsi disamping sebagai pusat pendidikan agama dan sastra bagi masyarakat umum, juga sebagai sesuatu yang lebih menarik bagi studi kita ini tingkat persiapan bagi lembaga pengajaran lanjutan, dimana sains diajarkan dan dikembangkan.
Pada masa ini pula, muncul kelompok tabi’in yang berguru pada lulusan awal, di antara yang paling terkenal adalah Rabi’ah al-Razi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi, adapun murid-muridnya adalah Malik bin Anas al-Asbahi pengarang kitab “al-Muwatta” dan pendiri mazhab Maliki. Sedangkan ulama-ulama tabi’in adalah Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin al-Zubair, Salim Mawla bin Umar dan lain-lain. Di antara yang belajar pada Ibnu Abbas adalah Mujahid (w. 105 H), Sa’id bin Jubair (w. 94 H), Ikrimah Mawla ibn Abbas, Tawus al-Yammani, ‘Ata bin Abi Rabah, semuanya dari Mekah. Di antara tabi’in itu juga adalah al-Hasan al-Basri yang belajar pada Rabi’ah al-Ra’y di Madinah, kemudian kembali ke Bashrah yang dikunjungi oleh penuntut-penuntut ilmu dari seluruh pelosok negeri Islam.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Ketika agama Islam diturunkan Allah, sudah ada di antara para sahabat yang pandai tulis baca. Kemudian tulis baca tersebut ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas di kalangan umat Islam. Ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan, telah memerintahkan untuk membaca dan memberikan gambaran bahwa kepandaian membaca dan menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam. Kepandaian tulis baca dalam kehidupan sosial dan politik umat Islam ternyata memegang peranan penting, sejak nama Nabi Muhammad saw digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, dan dalam menuliskan berbagai macam perjanjian. Pada masa Khulafaur Rasyidin dan masa-masa selanjutnya tulis baca digunakan dalam komunikasi ilmiah dan berbagai buku ilmu pengetahuan. Karena tulis baca semakin terasa perlu, maka maktab berbagai tempat belajar, menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak, berkembang dengan pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam maktab tersebut dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca, sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang terkenal pada masanya.
Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Sekolah
Amalan Rasulullah saw diikuti oleh para sahabat dan pengikut-pengikutnya dan juga kaum muslimin kemudian semakin berkembang negara Islam, semakin banyak pula masjid didirikan untuk memainkan peranannya yang penting dalam masyarakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, negeri Parsi, Syam, Mesir dan seluruh semenanjung tanah Arab ditaklukkan, masjid-masjid didirikan di semua kampung sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam.
B. Pusat Pendidikan Islam Pada Masa Rasul dan Khalifah
Bahwa meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik, maka di luar Madinah, dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah pusat pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh para tabi’in.
Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam” menerangkan bahwa pusat pendidikan tersebar di kota-kota besar seperti:
1. Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
2. Kota Bashrah dan Kuffah (Irak)
3. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)
4. Kota Fistat (Mesir).
Pada masa itu pula timbullah madrasah, madrasah yang masih merupakan sekedar tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan yang lain.
C. Madrasah-Madrasah yang Terkenal dan Para Tokohnya
1. Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun madrasah Makkah. Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang meriwayatkannya dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin Kaisan (seorang fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada muridnya juga.
2. Madrasah Madinah
Di sinilah madrasah termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta banyak pula sahabat Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah ahli hadits, beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.
Adapun ulama-ulama sahabat yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :
a. Sa’ad bin Musyayab
b. Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.
3. Madrasah Bashrah
Ulama sahabat yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih, hadits dan ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits), guru yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam lapangan ilmu kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin Malik.
4. Madrasah Kufah
Di Kufah ada Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits Nabi saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.
5. Madrasah Fistat (Mesir)
Tokohnya Abdullah bin Amr bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya menghafal hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga menuliskannya dalam bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits kepada para muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.
D. Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya
Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :
1) Abdullah bin Umar di Madinah
2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3) Abdullah bin Abbas di Makkah
4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :
طَلَبُ الْعِلْمِ وَلَوْ بِالسِّنّ
“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.
Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.
Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya.
Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran dan penyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu meneruskan jejak Nabi.
KESIMPULAN
Kesimpulannya bahwa sejarah pendidikan Islam di masa Rasul dan Khulafaur Rasyidin sangat menekankan pada pemahaman dan penghafalan al-Qur’an. Pada masa ini keilmuan yang berkembang belum terlalu meluas seperti pada masa setelahnya. Adapun cara pengajarannya sangat sederhana yaitu dengan bertatapan langsung antara pendidik dan peserta didiknya, sehingga pelajaran lebih cepat dipahami.

PERTUMBUHAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM

Mata Pelajaran        : Pendidikan Agama Islam
Kelas / Semester        : VIII / 2
Standar Kompetensi    : 15. Memahami sejarah dakwah Islam
Kompetensi Dasar        :
15.1.    Menceritakan sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam sampai masa Abbasiyah
15.2.    Menyebutkan tokoh ilmuwan muslim dan perannya sampai masa daulah Abbasiyah.

A.    Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.
Sebelum Islam datang bangsa Arab berada pada masa Jahiliyah (kebodohan). Mereka berada dalam kegelapan akidah dan ilmu pengetahuan. Di sisi keilmuan tercatat sekitar  17 orang Quraisy yang pandai baca tulis.
Turunnya wahyu pertama tidak hanya pertanda dimulainya pemurnian akidah tetapi juga dorongan untuk menggali ilmu. Bukankah surat Al ’Alaq diawali dengan ”Iqra!” (bacalah)?. Di kalangan kaum Muslimin sendiri sahabat yang pandai baca tulis masih sedikit, diantaranya Zaid ibn Tsabit yang kemudian menjadi penulis wahyu Rasulullah.
Setelah memperoleh kemenangan di perang Badar, kaum muslimin banyak menawan pasukan Quraisy. Diantara para tawanan tersebut terdapat beberapa orang yang pandai baca tulis. Untuk memperoleh kebebasannya kembali salah satu tebusannya mereka harus mengajar baca tulis kepada kaum Muslimin.
Rasulullah sendiri sangat memperhatikan masalah ilmu pengetahuan. Beberapa hal yang melandasi pengembangan ilmu pengetahuan pada jaman Rasulullah adalah :
a.    Wahyu pertama di awali dengan perintah membaca. Membaca adalah kemampuan awal dalam menggali ilmu pengetahuan.
b.    Bangsa Arab pada umumnya mempunyai daya hafal yang tinggi.
c.    Rasulullah membangun tradisi menulis dengan menunjuk Zaid ibn Tsabit sebagai penulis wahyu.
d.    Al Quran merupakan sumber ilmu pengetahuan. Disamping itu di dalam Al Quranpun terdapat dorongan untuk menuntut ilmu :  ... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadilah : 11)

Dengan landasan tersebut Rasulullah meneladani, membimbing dan mendorong para sahabat untuk beriman dan berilmu, sebagaimana sabdanya yang artinya :  Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi Muslimin dan Muslimat (HR. Ibnu Abdil Bar)
Rasulullahpun mendorong para sahabat untuk menuntut ilmu ke luar Arab, dengan mengatakan “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina”.
Dengan bimbingan Rasulullah muncullah sahabat-sahabat yang memiliki kemampuan dalam bidangnya. Misalnya :
a.    Umar ibn Khaththab ahli dalam bidang hukum dan manajemen lembaga pemerintahan.
b.    Abdullah ibn Umar merupakan salah satu pengumpul hadits.
c.    Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud dan Ubay ibn Kaab menguasai bidang tafsir.
d.    Abdullah ibn Abbas mahir dalam asbabun nuzul (sebab turunnya ayat Al Quran), faraid (waris) dan sejarah peperangan Rasulullah.
Pada masa Khulafaur Rasyidin ilmu pengetahuan berkembang pesat terutama pada masa Khalifah Umar ibn Khaththab. Pada masa ini wilayah Islam semakin luas meliputi Syiria, Mesir, Palestina dan Persia. Dalam proses perluasan itu terjadi kontak dengan budaya dan bahasa di daerah-daerah baru. Syiria, Mesir dan Palestina sebelumnya merupakan daerah jajahan Romawi lambat laun masuk dalam wilayah kekhalifahan Islam. Di beberapa kota yang terdapat  di wilayah tersebut seperti Iskadariyah dan Antiokia telah berkembang kebudayaan Yunani yang dibawa bangsa Romawi. Beberapa orang ilmuwan ada yang masuk Islam. Selanjutnya mereka mengembangkan ilmunya sehingga menambah khazanah dalam kebudayaan Islam, terjadilah asimilasi dalam bidang bahasa, adat istiadat, pemikiran dan bidang–bidang lainnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan Islam berasal dari dua sumber utama, yaitu Al Quran/Al Hadits dan kontak dengan budaya baru.
Pertama, sebagai landasan utama ajaran Islam Al Quran dan Al Hadits melahirkan kajian-kajian dan dampak sebagai berikut :
a.    Ilmu nahwu (tatabahasa Arab), dasar-dasarnya dikembangkan oleh Ali ibn Abi Thalib, kemudian disempurnakan oleh Abul Aswad Al Dualy.
b.    Ilmu tafsir, para pengkaji pertamanya adalah Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Mas’ud dan Ubay ibn Kaab.
(Lebih lanjut akan dibahas pada ”Perkembangan Ilmu Naqli” beberapa halaman mendatang)
c.    Pengiriman guru ke luar Arab untuk menyebarkan ilmu agama Islam sudah dilakukan, misalnya Abdullah ibn Mas’ud ke Kufah, Abu Musa dan Anas ibn Malik ke Basrah. Ilmu agama Islampun berkembang dan memunculkan ahli ilmu di daerah-daerah baru wilayah Islam.
d.    Pembukuan Sunnah oleh Al Zuhri atas perintah khalifah Umar.
e.    Umat Islam tertarik mempelajari budaya, kaidah dan ilmu yang berkembang di kalangan orang Yahudi dan Nasrani.
Kedua, telah disebutkan bahwa kontak budaya dengan bangsa lain membuat kaum Muslimin menyerap pengetahuan-pengetahuan baru bangsa-bangsa lain tersebut yang selanjutnya menjadi bagian dari budaya Islam. Dari kebudayaan Persia dan Byzantium kaum Muslimin mengambil cara pengorganisasian negara, militer, gaya upacara dan seni. Dari bangsa India mereka mengambil matematika dan astronomi. Dari bangsa Yunani mengambil filsafat dan ilmu. Selanjutnya pengetahuan-pengetahuan baru tersebut diramu dengan ajaran-ajaran Islam sehingga muncullah pengetahuan dan budaya yang bercorak Islam.
  
B.    Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Khalifah Bani Umayyah
Salah satu dampak semakin luasnya wilayah Islam adalah masuk Islamnya para ilmuwan yang semula beragama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Setelah menjadi Muslim, mereka tetap memelihara ilmu yang mereka kuasai, bahkan ada yang mendapat jabatan di istana khalifah dan mendapat perlindungan khalifah-khalifah Bani Umayyah, misalnya :
a.    Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia mendorong penterjemahan buku-buku kimia dan kedokteran berbahasa Yunani ke bahasa Arab.
b.     Al Walid ibn Abdul Malik menaruh minat pada bimaristan (rumah sakit) sebagai tempat berobat dan belajar. Ia memprakarsai pendirian bimaristan di Damaskus tahun 884 M.
c.    Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan pembukuan hadits-hadits Nabi secara lengkap. Beliau sendiri mempunyai dokter pribadi dari Iskandariyah.
d.    Abdul Malik ibn Marwan mempunyai pejabat beragama Nasrani bernama Yahya al Dimasyqi yang mempelopori  tumbuhnya ilmu logika sehingga melahirkan kelompok rasionalis Islam.

Secara garis besar ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.    Ilmu pengetahuan agama ( ’ulum al diniyyah)  yang bersumber pada Al Quran dan Hadits Nabi.
b.    Ilmu sejarah (’ulum al tarikh) membahas perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
c.    Ilmu bahasa (’ulum al lughah)  mempelajari nahwu, sharaf. Ilmu bahasa Arab berkembang pesat dan dipelajari di seluruh wilayah Islam, karena ditetapkan sebagai bahasa resmi dan bahasa ilmiah.
d.     Ilmu filsafat (’ulum al falasifa) yaitu ilmu yang berasal dari bangsa asing seperti ilmu mantiq (logika), kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung. Kitab-kitab ilmu ini diterjemahkan dari bahasa Yunani.

C.    Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Khalifah Bani Abbasiyah
  Gerakan menumbuhkan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah dirintis oleh Khalifah Ja’far al Mansur melalui pembukuan ilmu agama Islam (Ilmu naqli) dan penterjemahan secara besar-besaran buku ilmu pengetahuan yang berasal dari luar; dan mencapai puncak keemasan pada masa Khalifah Harun al Rasyid. Di kota Baghdad terdapat perpustakaan besar Khizanat al Hikmah (Khalifah Harun al Rasyid) yang kemudian diubah menjadi Bayt al Hikmah (khalifah Ma’mun).

Perkembangan ilmu pada masa ini dapat dikelompokkan menjadi ilmu naqli (bersumber pada Al Quran dan hadits) dan ilmu aqli (bersumber pada pemikiran/rasio).

1.    Perkembangan Ilmu Naqli.
Ilmu ini telah dirintis sejak Nabi hijrah ke Madinah, meliputi :
a)    Ilmu Tafsir. Ilmu untuk menafsirkan atau menjelaskan ayat Al Quran agar mudah dipahami. Cara menafsirkan Al Quran ada dua yaitu :
-    Tafsir bil ma’tsur atau menafsirkan ayat dengan hadits Nabi. Tokoh-tokohnya adalah Ibnu Jarir At Thabary, Ibn Athiyah Al Andalusi dan As Suda.
-    Tafsir bir ra’yi atau menafsirkan ayat dengan akal. Tokoh-tokohnya antara lain Abu Bakar Asma, Abu Muslim Muhammad Al Isfahany
b)    Ilmu Hadits. Ilmu yang mengupas segala permasalahan hadits sekaligus usaha untuk melestarikan hadits-hadits Nabi. Ahli hadits pada masa ini misalnya Imam Malik (Kitab Al Muwaththa), Imam Syafi’i (Kitab Musnad), Imam Abu Hanifah (Musnad Abu Hanifah) dan Imam Abdu Razaq ibn Hammam (Al Jami’).
c)    Ilmu Kalam. Ilmu yang membahas masalah agama menggunakan kekuatan akal pikiran. Ilmu ini digunakan untuk menangkis serangan argumen agama lain secara filsafati. Tokoh-tokoh ilmu kalam adalah Washil ibn Atho, Abu H'uzail Al Allaf, Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Ghazali.
d)    Ilmu Tasawwuf. Inti ilmu ini adalah beribadah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dengan meninggalkan kehidupan duniawi. Tokoh-tokohnya adalah Al Qushairy, Syahabuddin Syahrowardy, Imam Al Ghazali.
e)    Ilmu Bahasa. Ilmu ini mengupas segala hal yang berkaitan dengan bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu nahwu, sharaf, ma’ani, arudh, qamus, dan lain-lain. Tokoh-tokoh ilmi bahasa Arab misalnya Sibawaihi, Muaz Al Harro, Al Kasai, Abu Usman Al Maziny.
f)     Ilmu Fiqh. Ilmu yang membahas hukum-hukum Islam seperti ibadah dan muamalah (hubungan antar manusia). Ulama-ulama fuqaha pada masa ini adalah Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi), Imam Malik (Madzhab Maliki), Imam Syafi’i (Madzhab Syafi’i), Imam Ahmad ibn Hambal (Madzhab Hambali).

2.    Perkembangan Ilmu Aqli.
Perkembangan ilmu ini diawali dengan penterjemahan buku-buku keilmuan berbahasa Yunani.
a)    Ilmu Filsafat. Dapat dikatakan bahwa filsafat merupakan induk ilmu-ilmu aqliyah. Tokoh-tokohnya adalah Al Kindi, Al Farabi, Ibn Sina, Al Ghazali, Ibn Rusyd (Averos),
b)    Ilmu kedokteran. Disamping berkembang secara teoritis, ilmu ini juga berkembang pula ilmu medis empiris (didasarkan pada pengalaman). Cabang-cabang ilmu kedokteran sudah mulai berkembang seperti anatomi, fisiologi, patologi, dan bedah Tokoh ilmu medis pada periode ini misalnya Hunayn ibn Ishaq, Ali ibn Sahl al Tabari, Al Razy (Razes), Ibn Sina (Avicena), Ibn al Nafis.
c)    Ilmu Optik. Meliputi kajian visi (penglihatan) fisik maupun geometris, refleksi sinar pada cermin (catoptrik), pembakaran cermin dan fenomena atmosfir seperti pelangi. Tokoh-tokohnya adalah Ibn Masawayh, Huhayn ibn Ishaq,  Quata ibn Luqa, Tsabit ibn Qurrah, Ibn Haytam (Alhazen) dan Kamal al Din al Farisy.
d)    Ilmu Astronomi. Ilmu mempelajari tentang ruang angkasa dan pergerakan benda-benda langit. Pertumbuhan ilmu ini ditandai dengan dibangunnya obsrvatorium di Jundaishapur. Tokoh-tokoh terpenting adalah Al Fazari, Al Farghani, Al Battani (Albategnius), Al Biruni.
e) Matematika. Ilmuwan Muslim abad pertengahan banyak memberi¬kan sumbangan pada petumbuhan matematika. Pada awalnya angka-angka yang dipakai berasal dari India (raqm al Hindi) yakni angka 1,2,3,4,5, selanjutnya Al Khawarimi menciptakan angka 6,7,8,9 dan 0. Al Khawarizmi juga menemukan Alqarism (logaritma) dan kalkulus. Demikian pula Al Tusi yang menggali geometri aljabar dengan kajian kurva menggunakan rumus. Matematikawan Muslim terkemuka abad ini adalah Al Khawarizmi, Umar al Khayyam (persamaan kubik dan persamaan derajat).
f)    Ilmu Kimia. Jabir bin Hayyan dikatakan sebagai “Bapak Ilmu Kimia”. Jabir membagi benda terdiri atas tubuh (emas dan perak), nyawa (sulphur dan arsenik) dan akal (mercury dan sal amoniak). Jabir juga memberikan dasar-dasar petunjuk mengenai penguapan (evaporation), penyaringan (filtration), penghalusan (sublimation), pencairan (melting), distillation dan crystallization. Tokoh lainnya adalah Al Razi yang membagi benda menjadi unsure sayuran, hewan dan logam. Bahasa kimia modern banyak diambil dari karya Al Razi.
g)    Ilmu Sejarah (Tarikh). Tokohnya adalah Al Waqidy, Al Maudy dan Al Thabary.
h)    Geografi. Al Khawarizmi dikenal sebagai kartografer (pembuat peta) tertua. Tumbuhnya ilmu ini berawal dari kisah perjalanan. Daerah-daerah yang sudah dapat digambarkan pada saat itu adalah Timur Tengah, India, Ceylon, Malaya, Indonesia, Cina, Korea, Afrika dan Eropa.Tokoh lainnya adalah Ibn Haykal, Al Biruni, Ibn Jubair, Ibn Batutah.
i)    Seni Rupa. Seni rupa yang berkembang adalah kaligrafi, arsitektur, tekstil, logam, tembikar, kristal.
j)      Seni Musik, tokohnya antara lain Yunus ibn Sulaiman, Al Farabi (Alphanabius) menciptakan alat musik Al Qanun (piano) dan Khalil ibn Ahmad.
k)    Seni Sastra. Tokohnya adalah Umar al Khayyam, Abu Nuwas, Jalaluddin al Rumy, Abu Faras. Pada masa ini berkembang cerita termasyhur dengan judul Alf Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam) namun tidak diketahui secara jelas siapa pengarangnya.
l)    Mesin dan Teknologi. Kajian-kajian ilmu hitung melahirkan ilmu baru yakni ilmu teknik, selanjutnya menimbulkan alat-alat bantu seperti mesin dan teknologi terapan lainnya. Ilmuwan bidang ini misalnyaAl Khazini dengan karyanya Kitab al Mizan al Hikmah (Buku tentang keseimbangan kebijaksanaan), berisi kajian statis teoritis dan hidrostatis; Al Jazari dengan karyanya Kitab fi Ma’rifat  al Hiyal al Handasiyyah (Buku ilmu pengetahuan tentang bagian mekanis) berisi teori dasar mesin. Karya-karya yang bersifat terapan antara lain saluran air bawah tanah (qanat) di Iran dan bendungan di Afrika utara dan kincir air (norias) di Sungai Orontes di Hama (Syria).
Pada masa ini masalah gravitasi juga sudah dibahas oleh Abu Sahl al Kuhi dan Abu Ishaq al Shabi, yaitu mengenai penentuan pusat gravitasi. Kajian ini berlangsung jauh sebelum Newton (abad 17).
Agar guru dapat menggambarkan dengan jelas perkembangan ilmu pengetahuan Islam dalam perkembangan dunia serta perbandingannya dengan perkembangan ilmu di India, Cina dan Eropa, berikut ini disajikan skema histories perkembangan ilmu pengetahuan dunia dan peta penyebaran pemanfaatan produk iptek.